Pages

Friday, December 5, 2014

IFRS Financial Report Framework

IFRS Conceptual Framework

Kerangka Konseptual membentuk konsep yang mendasari financial reporting. Kerangka Konseptual merupakan sistem yang koheren, yang dikembangkan dari suatu tujuan.

Overview of the Conceptual Framework

IFRS Conceptual Framework
IFRS Conceptual Framework by Internal Auditor Corner

Kerangka Koseptual dapat digambarkan ke dalam 3 (tiga) tingkatan:
First Level = Basic objective.
Second Level = Qualitative characteristics and elements of financial statements.
Third Level = Recognition, measurement, and disclosure concepts.
IFRS Framework Level
IFRS Framework Level by Yulias C Sihombing

First Level: Basic Objective

Objective of Financial Reporting:

“To provide financial information about the reporting entity that is useful to present and potential equity investors, lenders, and other creditors in making decisions in their capacity as capital providers.”
  1. Tujuan tersebut dicapai dengan cara menerbitkan general-purpose financial statements.
  2. Users diasumsikan memiliki pengetahuan bisnis dan masalah akuntansi, yang cukup untuk memahami informasi dalam financial statements.
Contoh Keputusan Ekonomi:
Keputusan terkait beli, jual, atau menahan instrumen ekuitas dan hutang, keputusan memberi atau melunasi suatu pinjaman dan bentuk kredit lainnya.

Second Level: Fundamental Concepts

Qualitative Characteristics of Accounting Information

Suatu informasi memiliki karakteristik kualitatif decision usefullness, jika informasi tersebut relevance dan faithfull representation.
a. Fundamental Quality - Relevance
Informasi disebut relevan, jika informasi keuangan tersebut mampu membuat perbedaan dalam proses pengambilan keputusan. Financial information mampu membuat perbedaan jika informasi tersebut memiliki predictive value, confirmatory value, atau keduanya.
  • Predictive value: jika  informasi tersebut memiliki nilai sebagai input bagi proses prediktif, untuk membentuk ekspektasi user terkait masa depan.
    Contoh:
    Jika investor potensial tertarik untuk membeli saham biasa dari PT Indonesia, maka mereka akan menganalisis aset dan klaim atas aset tersebut, pembayaran dividen, dan kinerja pendapatan tahun-tahun sebelumnya, untuk memprediksi nilai, waktu, dan tidak kepastian dari arus kas PT Indonesia di masa mendatang.
  • Confirmatory value: informasi relevan juga membantu para user untuk menkonfirmasi atau mengkoreksi ekspektasinya.
    Contoh:
    Ketika PT Indonesia menerbitkan laporan keuangan akhir tahun, maka informasi keuangan tersebut mengkonfirmasi atau merubah ekspektasi masa lalu (atau masa kini), yang berdasarkan evaluasi sebelumnya.
    Predictive value dan confirmatory value saling berkaitan. Contoh: informasi tentang ukuran dan struktur aset dan liabilitas PT Indonesia membantu users untuk memperkirakan kemampuannya untuk mengambil keuntungan atau untuk menghindari kerugian. Informasi yang sama membantu untuk mengkonfirmasi atau mengkoreksi prediksi masa lalu terkait kemampuan tersebut.
  • Materiality.
    Informasi menjadi material, ketika tidak disajikan atau salah saji informasi tersebut akan mempengaruhi keputusan user. Masing-masing individu perusahaan menentukan apakah suatu informasi adalah material, dengan mempertimbangkan sifat dan ukuran dari item-item tersebut. Singkatnya, informasi tersebut harus membuat perubahan, jika tidak maka perusahaan tidak perlu mengungkapkannya.
    Suatu item menjadi material ketika pengungkapan atau tidak disajikan item tersebut, akan mempengaruhi atau merubah keputusan dari orang yang reasonable.
    Contoh:
    Pengeluaran peralatan Rp50 juta akan tidak material bagi perusahaan dengan aset Rp50 milyard (0,1%), sehingga diperlakukan sebagai beban (expense), tapi akan material bagi perusahaan dengan aset Rp1 milyard (5%), sehingga diperlakukan sebagai aktiva tetap.
    Perusahaan dan auditors umumnya menerapkan rule of thumb bahwa item yang bernilai < 5% dari net income, dipertimbangkan immaterial. Namun, perusahaan tidak boleh menggunakan alasan materiality dalam rangka mempertahankan positive earnings trend, mengkonversi kerugian menjadi keuntungan, meningkatkan kompensasi manajemen, atau menyembunyikan transasksi ilegal seperti suap. Dengan kata lain, perusahaan harus mempertimbangkan baik faktor quantitative dan qualitative dalam penentuan apakah suatu item material atau tidak.

b. Fundamental Quality – Faithful Representation

Faithful representation berarti bahwa angka-angka dan deskripsi-nya sesuai dengan apa yang sebenarnya ada atau terjadi. Contoh: ketika PT Indonesia melaporkan penjualan $60,510 million, ketika penjualan sebenarnya $40,510 million, maka Laporan Keuangan PT Indonesia tidak jujur dalam menyajikan nilai penjualan sebenarnya.
Agar faithful representation, informasi harus lengkap, neutral, dan bebas dari kesalahan material.

Completeness.

Completeness berarti bahwa seluruh informasi yang diperlukan untuk faithful representation, disajikan. Contoh, ketika PT Indonesia gagal menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk menilai value allowance dari receivables, informasi tersebut tidak lengkap, dan maka tidak faithful representation.

Neutrality.

Neutrality berarti bahwa perusahaan tidak memilih informasi tertentu yang hanya menguntungkan pihak tertentu, tetapi tidak menguntungkan bagi yang lain. Contoh: dalam notes to financial statements, perusahaan rokok seharusnya tidak menyembunyikan informasi terkait beberapa tuntutan hukum yang dihadapi karena masalah kesehatan,—meskipun pengungkapan tersebut dapat merusak perusahaan.

Free from Error.

Item informasi yang bebas dari error akan lebih akurat (faithful) representation. Contoh, jika PT Indonesia salah saji kerugian atas pinjamannya, laporan keuangannya akan misleading dan tidak faithful representation. Contoh, management harus mengestimasi nilai uncollectible accounts untuk menentukan bad debt expense.

Enhancing Qualities

Membedakan antara more-useful information dari less-useful information.
Enhancing qualitative characteristics merupakan pelengkap dari fundamental qualitative characteristics. Karakteristik ini membedakan antara more-useful information dari less-useful information. Enhancing characteristics: comparability, verifiability, timeliness, and understandability.

Comparability.

Agar dapat dibandingkan maka informasi perlu diukur dan dilaporkan dengan cara yang similar oleh perusahaan-perusahaan berbeda dalam industri yang sama. Contoh, agar dapat dibandingkan, informasi aset PT Indonesia dan PT Singapura, maka informasi tersebut perlu diukur dan dilaporkan dengan perlakuan akuntansi yang simiar.
Tipe lainnya dari comparability adalah consistency, dimana perusahaan menerapkan perlakuan akuntansi yang sama untuk kejadian yang similar, dari periode ke periode. Contoh, ketika perusahaan menggunakan metode FIFO untuk menilai inventoriesnya, maka perlakuan tersebut seharusnya diterapkan seterusnya dari periode ke periode, kecuali terjadi perubahan yang justified.

Verifiability.

Verifiability terjadi pihak independen yang mengukur, dengan menggunakan metode yang sama, akan mendapatkan hasil yang sama. Verifiability terjadi dalam situasi sbb:
  1. Dua auditor independen yang berbeda menghitung persediaan PT Indonesia dan mendapatkan hasil yang sama terkait perhitungan fisik persediaan. Verifikasi nilai dari suatu aset dapat terjadi dengan menghitung persediaan (disebut sebagai direct verification).
  2. Dua auditor independen yang berbeda menghitung nilai persediaan PT Indonesia pada akhir tahun dengan menggunakan metode FIFO. Verifikasi dapat terjadi dengan menguji input (kuantitas dan biaya) dan menghitung ulang output (nilai persediaan akhir) dengan menggunakan konvesi atau metodologi akuntansi yang sama (disebut sebagai indirect verification).

Timeliness.

Timeliness berarti menyediakan informasi kepada decision-makers sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan. Contoh, jika PT Indonesia menunggu untuk melaporkan hasil interim-nya setelah 9 bulan dari akhir periode, informasi tesebut akan kurang bernilai bagi tujuan decision making.

Understandability.

Decision-makers sangat bervariasi terkait tipe keputusan yang mereka buat, bagaimana mereka membuat keputusan, informasi yang telah mereka miliki atau informasi yang dapat mereka peroleh dari sumber lainnya, dan kemampuan mereka untuk memproses informasi tersebut. Agar informasi menjadi berguna, perlu ada hubungan (linkage) antar user dan keputusan yang mereka buat.  Hubungan ini, understandability, merupakan kualitas dari informasi yang membuat informed user melihat signifikansi informasi tersebut. Understandability meningkat ketika informasi diklasifikasikan, dikarakteristikan, disajikan secara jelas dan padat.
Contoh, asumsikan PT Indonesia menerbitkan laporan triwulan yang menunjukan pendapatan interim telah turun secara signifikan. Laporan interim ini memberikan informasi yang relevant dan faithfully represented untuk tujuan decision-making. Bagi yang paham informasi keuangan, mereka akan menjual saham PT Indonesia, namun bagi yang tidak paham, mereka akan mengabaikan informasi tersebut. Maka, meskipun PT Indonesia telah menyajikan informasi relevant dan faithful representation, informasi tersebut kurang berguna bagi mereka yang tidak paham informasi keuangan.

Third Level: Recognition, Measurement, and Disclosure Concepts

Konsep ini menjelaskan bagaimana perusahaan seharusnya mengakui, mengukur, dan melaporkan elemen dan kejadian keuangan.

Third Level: Assumptions

Asumsi Dasar

Economic Entity.

Aktifitas Perusahaan  terpisah dari dan berbeda dengan aktifitas pemilik dan unit usaha lainnya. Maka, PT Indonesia mencatat aktifitas keuangannya terpisah dari para pemilik dan manajernya, serta unit usaha lainnya.

Going Concern

Perusahaan diasumsikan beroperasi cukup lama untuk memenuhi tujuan dan komitmennya. Asumsi ini memiliki implikasi:
  1. Dengan pendekatan likuidasi, Perusahaan seharusnya mencatat nilai assetnya pada net realizable value (sales price less costs of disposal), dan bukan pada acquisition cost. Jika perusahaan mengadopsi pengekatan likuidasi, klasifikasi current/noncurrent assets dan liabilities menjadi kehilangan maknanya. Justru, penyajian aset dan liabilities berdasarkan prioritas likuidasinya akan menjadi lebih masuk akal.
  2. Kebijakan depresiasi dan amortisasi dapat diterapkan dan layak hanya jika kita mengasumsikan beberapa sifat permanen pada perusahaan.

Monetary Unit

Asumsi monetary unit berarti bahwa uang merupakan denominator umum dari aktifitas ekonomi dan memberikan basis untuk pengukuran dan analisis akuntansi. Maka itu, monetary unit merupakan alat yang paling efektif untuk mengekspresikan kepada pihak yang berkepentingan terhadap modal dan pertukaran barang dan jasa. Akuntansi mengabaikan perubahan tingkat harga (inflation dan deflation) dan mengasumsikan bahwa ukuran unit Rupiah tetap stabil.

Periodicity

Perusahaan dapat membagi aktifitas ekonominya ke dalam beberapa periode. Users perlu mengetahui kinerja dan status ekonomi perusahaan, secara regular dan tepat waktu, sehingga users dapat mengevaluasi dan membandingkan antar perusahaan, dan mengambil tindakan yang tepat. Oleh karena itu, perusahaan harus melaporkan informasi secara periodik.
Pertimbangan periodesitas melibatkan trade-off antara relevance dan faithful representation. Semakin pendek periode pelaporan, maka semakin kurang verified informasinya (faithful representation), namun semakin real-time informasi yang disajikan (relevance). Dengan teknologi informasi saat ini, maka masalah trade-off dapat diminimalkan.

Third Level: Principles

Measurement

Cost / biaya dipertimbangkan sebagai nilai yang faithful representation atas jumlah yang dibayar untuk item tertentu.
Fair value merupakan “nilai untuk suatu aset dapat dipertukarkan, liabilitas dapat diselesaikan, atau instrument ekuitas dapat dipertukarkan, antara pihak yang memiliki pengetahuan, dalam suatu transaksi yang suka rela (the amount for which an asset could be exchanged, a liability settled, or an equity instrument granted could be exchanged, between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction).”
IASB memperkenankan perusahaan untuk menggunakan fair value sebagai basis untuk pengukuran financial assets dan financial liabilities.

Third Level: Principles

Revenue Recognition

Revenue diakui ketika terdapat probable bahwa manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan dan nilai revenue dimungkinkan untuk diukur secara reliable.

Expense Recognition

Arus keluar atau penggunaan assets atau timbulnya liabilities (atau kombinasi dari keduanya) selama suatu periode, sebagai konsekuensi dari penyerahan atau produksi goods dan/atau services.

Full Disclosure

Menyajikan informasi yang cukup penting untuk mempengaruhi pertimbangan dan keputusan dari informed user. Full disclosure disediakan melalui:
Financial Statements
Notes to the Financial Statements
Supplementary information. 

Third Level: Constraints

Cost

Biaya untuk menyajikan informasi harus seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan informasi tersebut.
Contoh:
Biaya penyajian termasuk: biaya pengumpulan dan pemrosesan, penyebarluasan, audit, potential litigation, pengungkapan ke pihak competitors, dan analisis dan interprestasi. Manfaat yang diperoleh: kontrol management yang lebih baik dan akses ke sumber modal, yang menawarkan biaya modal yang rendah.

Industry Practices – Sifat khusus dari beberapa industri dan bisnis kadang-kadang memerlukan perlakuan khusus dan perlu menyimpang dari teori dasar.
Contoh:
Perusahaan public-utility melaporkan noncurrent assets diurutan atas dalam Financial Position Report untuk meng-highlight sifat industry yang capital-intensive. Perusahaan agricultural sering melaporkan panen/crop-nya pada fair value karena akan terlalu mahal untuk mengukur biaya yang akurat, terkait individual crops.

Sumber:
D. E. Kieso, J. J. Weygandt, T. D. Warfield, Intermediate Accounting, 14th, 2012 John Wiley & Sons, Inc. 

2 comments: