Baru-2 ini pada akhir Mei 2017, KPK melakukan OTT auditor BPK dan pejabat Kemendes karena ada indikasi jual beli opini BPK. Selain itu, di tempat lain, beberapa kasus korupsi terjadi di Kementerian yang telah mendapatkan opini WTP untuk Laporan Keuangan terkait korupsi tersebut. Kemudian, publik mempertanyakan bagaimana LK yang mendapat opini WTP ternyata masih ada kasus korupsi didalamnya.
Hal ini membuat Penulis tertarik membuat ulasan mengenai opini WTP BPK dikaitkan dengan jaminan ada tidaknya fraud/ korupsi.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara:
Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian intern.
Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni:
1. Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion),
2. Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion),
3. Opini tidak wajar (adversed opinion), dan
4. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).
1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
2. Efektivitas pengendalian intern
3. Kepatuhan terhadap ketentuan per-UU
4. Pengungkapan yang memadai
b. Semua koreksi yang dapat mempengaruhi kewajaran penyajian LK sudah dilakukan oleh auditee.
c. Dapat melakukan review atas auditor lain yang melaksanakan pemeriksaan atas LK entitas lain yang menjadi bagian LK yang kita periksa. Atau, tidak dapat mereview pekerjaan auditor lain tersebut, tetapi dapat meyakini bahwa bagian tersebut tidak material terhadap LK yang kita diperiksa.
a. Terdapat 2 kriteria yang tidak dipenuhi, yaitu “kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan” dan “Konsistensi pelaksanaan SAP” (penulis: syarat ini tidak ada dalam 4 kriteria di atas).
b. Terdapat koreksi yang sangat material yang tidak dilaksanakan oleh auditee.
Disclaimer
b. Terdapat pembatasan lingkup audit atas akun-akun yang sangat material terhadap penyajian LK.
c. Prosedur alternatif untuk meyakini kewajaran penyajian LK tidak dapat dilaksanakan.
d. Tidak dapat mereview pekerjaan auditor lain yang melakukan pemeriksaan atas LK yang merupakan bagian dari LK yang kita periksa, akan tetapi jumlahnya sangat material.
Lebih lanjut, Juknis tersebut juga memuat flowchart pemberian opini laporan keuangan:
Hal ini membuat Penulis tertarik membuat ulasan mengenai opini WTP BPK dikaitkan dengan jaminan ada tidaknya fraud/ korupsi.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara:
Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas sistem pengendalian intern.
Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni:
1. Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion),
2. Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion),
3. Opini tidak wajar (adversed opinion), dan
4. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).
Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan oleh BPK
Opini terhadap kewajaran atas Laporan Keuangan yang dapat diberikan adalah salah satu di antara empat opini sebagai berikut.- Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion).
Opini “Wajar Tanpa Pengecualian” menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi. (penulis: tidak sinkron dengan Juknis Pemeriksaan: WTP diberikan jika memenuhi 4 kriteria + 2 kriteria tambahan). - Wajar dengan pengecualian (qualified opinion).
Opini “Wajar Dengan Pengecualian” menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai Standar Akuntansi, kecuali dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Hal-hal yang dikecualikan dinyatakan dalam LHP yang memuat opini tersebut - Tidak Wajar (adverse opinion).
Opini “Tidak Wajar” menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar posisi keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi. - Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak Dapat Menyatakan Pendapat (disclaimer opinion).
Opini “Tidak Dapat Menyatakan” Pendapat menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi. Ketidakyakinan tersebut dapat disebabkan oleh pembatasan lingkup pemeriksaan dan/atau terdapat keraguan atas kelangsungan hidup entitas. Alasan yang menyebabkan menolak atau tidak dapat menyatakan pendapat harus diungkapkan dalam LHP yang memuat opini tersebut.
Pelaporan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan:
- Merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan memadai guna mendeteksi kesalahan/ kekeliruan yang material dalam laporan keuangan sebagai akibat langsung dari adanya unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang material.
- Waspada terhadap kemungkinan telah terjadinya unsur perbuatan melawan hukum baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika informasi khusus yang telah diterima oleh pemeriksa memberikan bukti tentang adanya kemungkinan unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang secara tidak langsung berdampak material terhadap laporan keuangan, maka pemeriksa harus menerapkan prosedur audit yang secara khusus ditujukan untuk memastikan apakah suatu unsur perbuatan melanggar/melawan hukum telah terjadi.
Juknis Pemeriksaan BPK atas LK PP dan LK Kementerian / Lembaga
Kriteria yang menjadi pertimbangan dalam penentuan opini:1. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
2. Efektivitas pengendalian intern
3. Kepatuhan terhadap ketentuan per-UU
4. Pengungkapan yang memadai
Unqualified opinion (Pendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian) diberikan dengan kondisi:
a. Keempat kriteria yang menjadi kriteria dalam penentuan opini dapat dipenuhi.b. Semua koreksi yang dapat mempengaruhi kewajaran penyajian LK sudah dilakukan oleh auditee.
c. Dapat melakukan review atas auditor lain yang melaksanakan pemeriksaan atas LK entitas lain yang menjadi bagian LK yang kita periksa. Atau, tidak dapat mereview pekerjaan auditor lain tersebut, tetapi dapat meyakini bahwa bagian tersebut tidak material terhadap LK yang kita diperiksa.
Adverse opinion (Pendapat Tidak Wajar)
Pada dasarnya, Pendapat Tidak Wajar diberikan apabila auditor dapat meyakini bahwa penyajian LK tidak wajar, dengan kondisi-kondisi:a. Terdapat 2 kriteria yang tidak dipenuhi, yaitu “kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan” dan “Konsistensi pelaksanaan SAP” (penulis: syarat ini tidak ada dalam 4 kriteria di atas).
b. Terdapat koreksi yang sangat material yang tidak dilaksanakan oleh auditee.
Disclaimer
Pendapat Tidak Memberi Pendapat diberikan pada saat auditor tidak dapat menyimpulkan bahwa penyajian LK wajar atau tidak wajar, dengan kondisi-kondisi:
a. Keempat kriteria tersebut tidak dilaksanakan.b. Terdapat pembatasan lingkup audit atas akun-akun yang sangat material terhadap penyajian LK.
c. Prosedur alternatif untuk meyakini kewajaran penyajian LK tidak dapat dilaksanakan.
d. Tidak dapat mereview pekerjaan auditor lain yang melakukan pemeriksaan atas LK yang merupakan bagian dari LK yang kita periksa, akan tetapi jumlahnya sangat material.
Lebih lanjut, Juknis tersebut juga memuat flowchart pemberian opini laporan keuangan:
Flowchart Opini BPK |
“Siaran Pers BPK - 30 Juni 2011”
- Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP. (penulis: tidak sesuai dengan Penjelasan UU Pemeriksaan dan Juknis Pemeriksaan).
- Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa opini WTP tidak menjamin bahwa pada entitas yang bersangkutan tidak ada korupsi. Karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. Namun demikian, BPK wajib mengungkapkan apabila menemukan ketidakpatuhan atau ketidakpatutan baik yang berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan.
Analisis Penulis:
- Terkait dengan Definisi atau Kriteria Opini BPK, terdapat banyak sekali ketidakselarasan antara Juklak Pemeriksaan Keuangan, dengan Juknis Pemeriksaan Keuangan, termasuk dengan Flowchart Opini, serta dengan Siaran Pers BPK.
- Juknis Pemeriksaan Keuangan yang diatur oleh BPK, menyatakan bahwa “Opini WTP diberikan jika BPK berkeyakinan bahwa:
- Laporan Keuangan Kementerian / Lembaga telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
- Efektivitas pengendalian intern Kementerian/ Lembaga telah memadai.
- Tidak terdapat ketidakpatuhan yang material terhadap ketentuan per-UU.
- Pengungkapan informasi keuangan telah memadai.
- Semua koreksi yang dapat mempengaruhi kewajaran penyajian LK sudah dilakukan oleh auditee.
- Dapat melakukan review atas auditor lain yang melaksanakan pemeriksaan atas LK entitas lain yang menjadi bagian LK yang kita periksa. Atau, tidak dapat mereview pekerjaan auditor lain tersebut, tetapi dapat meyakini bahwa bagian tersebut tidak material terhadap LK yang kita diperiksa.”
- Juklak Pemeriksaan Keuangan menyatakan bahwa:
Dalam melakukan pemeriksaan kepatuhan terhadap perundang-undangan, “Jika adanya kemungkinan unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang secara tidak langsung berdampak material terhadap laporan keuangan, maka pemeriksa harus menerapkan prosedur audit yang secara khusus ditujukan untuk memastikan apakah suatu unsur perbuatan melanggar/melawan hukum telah terjadi.”
Artinya, WTP dapat diberikan setelah BPK yakin tidak ada ketidakpatuhan material terhadap perundang-undangan, termasuk tidak ada unsur perbuatan melanggar / melawan hukum. - Secara umum, KAP menetapkan tingkat materialitas pada range 1% - 3%. Dalam contoh penentuan tingkat materialitas, BPK juga mencontohkan tingkat materialitas pada tingkat 1% - 3%. Jika menggunakan tingkat materialitas tersebut, hal ini berarti bahwa BPK memiliki keyakinan sebesar 99% - 97% terhadap ketepatan opini yang diberikan, dan ada kemungkinan 1% - 3% salah dalam memberikan opini. Artinya, jika BPK memberikan opini WTP, maka BPK memiliki keyakinan 99% - 97% bahwa opini WTP adalah tepat, termasuk BPK yakin tidak ada unsur perbuatan melanggar/melawan hukum.
- Oleh karena itu, jika LK Kementerian Keuangan mendapatkan opini WTP, maka dengan kata lain BPK telah berkeyakinan 99% - 97% bahwa:
- Laporan Keuangan Kementerian Keuangan telah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
- Efektivitas pengendalian intern Kementerian Keuangan telah memadai. Jika disimpulkan memadai, hal ini berarti BPK yakin tidak ada kelemahan Pengendalian Intern yang material yang dapat berpotensi menimbulkan fraud/ korupsi.
- Tidak terdapat ketidakpatuhan yang material terhadap ketentuan per-UU, termasuk tidak ada unsur perbuatan melanggar / melawan hukum. Hal ini juga berarti juga bahwa tidak ada indikasi pelanggaran peraturan yang mengarah terjadinya korupsi.
- Pengungkapan informasi keuangan telah memadai.
- Semua koreksi yang dapat mempengaruhi kewajaran penyajian LK sudah dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
- Dapat melakukan review atas auditor lain yang melaksanakan pemeriksaan atas LK entitas lain yang menjadi bagian LK Kementerian Keuangan. Atau, tidak dapat mereview pekerjaan auditor lain tersebut, tetapi dapat meyakini bahwa bagian tersebut tidak material terhadap LK Kementerian Keuangan.”
Luar biasa . Thanks
ReplyDeletemantap...om yulias
ReplyDelete